NYUSUN LAKIP ITU GAMPANG ...
Pada banyak kesempatan ketika saya sedang mengampu
kelas-kelas di satuan kerja dilingkungan pemerintah daerah, sering ditanyakan
pertanyaan-pertanyaan yang bernada sama, yaitu ; kenapa menyusun Laporan
Akuntabilitas Instansi Pemerintah (LAKIP) itu sulit sekali ?.
Oleh
karena itu pada kesempatan ini saya mencoba menjelaskannya dalam dua versi
sebagai berikut :
JAWABAN
VERSI PENDEK :
Laporan
Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah sebuah laporan. Seperti halnya
laporan yang lain LAKIP merupakan produk akhir dari sebuah proses yang disebut
dengan Sistem AKIP, yaitu sebuah sistem yang secara tahunan berawal dari
penyusunan rencana kinerja (RKT/Tapkin), pelaksanaan kegiatan, pengukuran
kinerja dan pelaporan kinerja /LAKIP. Sebenarnya isi dari LAKIP sama seperti
laporan-laporan yang lain yaitu berisi data rencana dibandingkan dengan data
realisasi. Data realisasi dapat diperoleh dari selesainya kegiatan, namun jika
data rencana tidak pernah dibuat maka menjadi sulit untuk menyusun LAKIP yang
baik. Seperti mencari sesuatu yang tidak pernah ada, apalagi mau
dibandingkan...Yang terjadi berikutnya adalah jika si penyusun tidak mau pusing
dengan LAKIP ini maka data nilai rencana disamakan dengan data realisasi
kinerja, sehingga capaian menjadi (selalu) = 100%, dan akhirnya laporan ini
hanya disusun sekedar untuk menggugurkan kewajiban saja.
JAWABAN
VERSI PANJANG :
Sesuai
PP 8 tahun 2006 tentang penyusunan laporan keuangan dan laporan kinerja setiap
instansi pemerintah diwajibkan menyusun dua laporan tersebut. Jika laporan
keuangan dihasilkan dari penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD)
dengan berpedoman pada Permendagri 13 tahun 2006 dan PP 71 tahun 2010 tentang
Standar akuntansi Pemerintah (SAP) maka LAKIP juga merupakan laporan yang hanya
dapat disusun jika sistem yang seharusnya diterapkan yaitu Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dijalankan dengan baik dengan berpedoman
kepada Inpres 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah,
dan pedoman penyusunan LAKIP yaitu PerMenpan nomor 29 tahun 2010.
Jadi
bagian manakah pelaksanaan pemerintahan yang merupakan Sistem AKIP ? atau
apakah sistem ini merupakan bagian yang terpisah dari praktek pemerintahan?
Jawabannya
adalah tidak, karena sesungguhnya Sistem AKIP merupakan bagian yang telah
teritegrasi dalam sistem yang telah dijalankan selama ini namun perlu
kecermatan untuk mengidentifikasinya.
Dalam
Permendagri 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, dalam
pasal-pasalnya disebutkan adanya keharusan menyusun RPJP, RPJMD, Renstra, Renja
SKPD dan indikator kinerja. Sementara itu dalam ketentuan yang mengatur perihal
LAKIP sendiri telah diterbitkan secara bertahap sejak penetapan Inpres 7 tahun
1999 sampai dengan Permenpan 29 tahun 2010.
Proses
lengkap yang benar menurut ketentuan-ketentuan tersebut adalah :
1.Menyusun
perencanaan jangka panjang dengan masa dua puluh tahun berupa Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD),
2.Menyusun
perencanaan jangka menengah dengan masa lima tahun berupa Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk tingkat daerah kabupaten/kota dan Renstra
SKPD untuk dinas/kantor dan badan yang menurut ketentuan Permenpan 9 tahun 2007
harus disertai dengan penetapan Indikator Kinerja Utama (IKU) serta target yang
akan dicapai selama masa tersebut,
3.Untuk
masa satu tahun berjalan agar rencana tersebut lebih operasional disusunlah
rencana kinerja tahunan atau disebut Penetapan Kinerja (TAPKIN). Substansi
utama Tapkin adalah penetapan target dari IKU yang di-breakdown sesuai
program dan kegiatan yang disepakati pembiayaaannya lewat penetapan APBD.
4.Setelah
dokumen-dokumen tersebut ditetapkan, kemudian dalam tahun berjalan seluruh
program dan kegiatan dilaksanakan maka pada akhir tahun anggaran diperoleh data
atas realisasi dari capaian target yang direncanakan sebelumnya. Sehingga
dengan membandingkan data rencana kinerja dengan data realisasi kinerja atas
pelaksanaan program dan kegiatan dapat dituangkan dalam laporan yang kita sebut
sebagai LAKIP.
Sebagai
catatan agar lebih memudahkan penyusunan LAKIP yang cukup informatif dan
berkualitas dari sebuah proses implementasi sistem AKIP, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, yaitu :
· Dalam
proses penyusunan RPJMD dan atau Renstra SKPD perlu ditetapkan IKU. Penetapan
IKU ini akan memberikan panduan agar keselarasan program/kegiatan dan antar
SKPD dapat dilakukan dengan mudah. Untuk memudahkan penetapan indikator kinerja
dapat dilihat referensi terkait penetapan standar pelayanan minimal (SPM) untuk
masing-masing urusan (26 urusan wajib dan 8 urusan pilihan), yaitu sebagai
berikut :
- Permenkes
nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang
kesehatan di Kabupaten/kota dan Kepmenkes 828/MENKES/SK/2008 tentang
juknisnya,
- Permendiknas
nomor 15 tahun 2010,
- Permeneg
Lingkungan Hidup nomor 19 dan 20 tahun 2008 tentang SPM Lingkungan Hidup
dan juknisnya
- Permendagri
nomor 62 tahun 2008,
- Permensos
nomor 129/HUK/2008,
- Permen
Perumahan rakyat nomor 22/PERMEN/M/2008,
- Permeneg
Pemberdayaan Perempuan nomor 01 tahun 2010,
- Permen
Pekerjaan Umum nomor 14/PRT/M/2010,
- Permen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor 15/MEN/X/2010,
- Permen
Pertanian nomor 65/PERMENTEN/OT.140/12/2010,
- Permen
Infokom nomor 22/PER/M.KOMINFO/12/2010,
- Permen
Pariwisata dan Kebudayaan nomor PM.106/HK.501/MKP/2010.
Penetapan IKU yang tepat memungkinkan
keterukuran hasil dari setiap program atau kegiatan dilaksanakan, karena IKU
merupakan upaya mengkuantifikasikan hasil suatu capaian bahkan untuk program
maupun kegiatan yang bersifat kualitatif. IKU yang baik juga akan membantu
penterjemahan kesamaan persepsi tercapai atau tidaknya tujuan akhir dari program maupun kegiatan yang telah
dilaksanakan.
Setelah IKU ditetapkan beserta dengan
Tolok Ukur dan satuan ukuran yang sesuai maka akan semakin mudah pembandingan yang akan
dilakukan secara periodik yang pada akhirnya akan mempermudah penyusunan LAKIP secara keseluruhan.